l.PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN
Masalah perlindungan konsumen
semakin gencar dibicarakan. Permasalahan ini tidak akan pernah habis dan akan
selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak konsumen
yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah
perlindungan konsumen perlu diperhatikan.
Hak konsumen yang diabaikan oleh
pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi dan
perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk
barang/pelayanan jasa yang dipasarkankepada konsumen di tanah air, baik melalui
promosi, iklan, maupun penawaran barang secara langsung.
Jika tidak berhati-hati dalam
memilih produk barang/jasa yang diinginkan, konsumen hanya akan menjadi objek
eksploitas dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa disadari,
konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya.
Perkembangan perekonomian,
perdagangan, dan perindustrian yang kian hari kian meningkat telah memberikan
kemanjaan yang luar biasa kepada konsumen karena ada beragam variasi produk
barang dan jasa yang bias dikonsumsi. Perkembangan globalisasi dan perdagangan
besar didukung oleh teknologi informasi dan telekomunikasi yang memberikan
ruang gerak yang sangat bebas dalam setiap transaksi perdagangan, sehingga
barang/jasa yang dipasarkan bisa dengan mudah dikonsumsi.
Permasalahan yang dihadapi konsumen
tidak hanya sekedar bagaimana memilih barang, tetapi jauh lebih kompleks dari
itu yang menyangkut pada kesadaran semua pihak, baik pengusaha, pemerintah
maupun konsumen itu sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen. Pengusaha
menyadari bahwa mereka harus menghargai hak-hak konsumen, memproduksi barang
dan jasa yang berkualitas, aman untuk digunakan atau dikonsumsi, mengikuti
standar yang berlaku, dengan harga yang sesuai. Pemerintah menyadari bahwa
diperlukan undang-undang serta peraturan-peraturan disegala sektor yang
berkaitan dengan berpindahnya barang dan jasa dari pengusaha ke konsumen.
Pemerintah juga bertugas untuk mengawasi berjalannya peraturan serta
undang-undang tersebut dengan baik.
Tujuan penyelenggaraan, pengembangan
dan pengaturan perlindungan konsumen yang direncanakan adalah untuk
meningakatkan martabat dan kesadaran konsumen, dan secara tidak langsung
mendorong pelaku usaha dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh
rasa tanggung jawab. Yang perlu disadari oleh konsumen adalah mereka mempunyai
hak yang dilindungi oleh undang-undang perlindungan konsumen sehingga
dapat melakukan sasial kontrol terhadap perbuatan dan perilaku pengusaha dan
pemerintah. Dengan lahirnya undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen diharapkan upaya perlindungan konsumen di indonesia dapat lebih
diperhatikan.
Pada penulisan makalah ini kita akan
membahas mengenai bagaimana perlindungan terhadap konsumen serta apa saja hak
dan kewajiban konsumen. Dalam makalah ini kami juga akan menjelaskan
tentang prinsip ,asas-asas dan tujuan perlindungan konsumen yang mungkin akan
berguna bagi pembaca khususnya mahasiswa/I dimasa yang akan datang.
B.RUMUSAN MASALAH
Menurut Penjelasan Umum
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan
Konsumen), faktor utama yang menjadi penyebab eksploitasi terhadap konsumen
sering terjadi adalah masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan haknya.
Tentunya, hal tersebut terkait erat dengan rendahnya pendidikan konsumen.
Selain kurangnya tingkat kesadaran
konsumen akan hak-hak dan kewajibanya yang terkait dengan tingkat pendidikannya
yang rendah,pemerintah selaku penentu kebijakan,perumus,pelaksana sekaligus
pengawas atas jalanya peraturan yang telah dibuat sepertinya masih kurang
serius dalam menjalankan kewajibannya.
Produsen yang yang mencari
keuntungan pun masih membandel dengan menghalalkan segala cara untuk
memaksimalkan laba yang diperoleh tanpa memperhatikan undang-undang yang
berlaku serta keselamatan konsumennya.
C. METODE PEMBAHASAN
Dalam penulisan makalah ini kami
menggunakan metode literatur kaji pustaka terhadap buku-buku yang berhubungan
dengan tema makalah yang kami buat dan juga bersumber dari beberapa artikel
dari internet.
ll.PEMBAHASAN
2.1. Pengertian konsumen
Konsumen secara harfiah memiliki
arti, orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa
tertentu, atau sesuatu atau sese orang yangmenggunakan suatu persediaan atau
sejumlah barang. Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang pemakai barang dan atau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Berdasarkan dari pengertian tersebut, yang dimaksud konsumen orang yang
berststus sebagai pemakai barang dan jasa.
2.2Dasar Hukum Perlindungan Konsumen
Hukum perlindungan konsumen yang
berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak
konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Hukum Perlindungan Konsumen
merupakan cabang dari Hukum Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam
hukum konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang / jasa. Pada
tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh
pemerintah setelah selama 20 tahun diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan
oleh pemerintah pada tanggal 20 april 1999.
- Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
- Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
- Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
- Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
- Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
- Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
- Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Dengan diundang-undangkannya masalah
perlindungan konsumen, dimungkinkan dilakukannya pembuktian terbalik jika
terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Konsumen yang merasa haknya
dilanggar bisa mengadukan dan memproses perkaranya secara hukum di badan
penyelesaian sengketa konsumen (BPSK).
Dasar hukum tersebut bisa menjadi
landasan hukum yang sah dalam soal pengaturan perlindungan konsumen. Di samping
UU Perlindungan Konsumen, masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang
juga bisa dijadikan sebagai sumber atau dasar hukum sebagai berikut :
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli
2001 tentang Badan Perlindungan
Konsumen Nasional.
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan
Konsumen.
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar.
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 302/MPP/KEP/10/2001 tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 605/MPP/KEP/8/2002 tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Pemerintah Kota Makassar, Kota Palembang, Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, dan Kota Medan.
2.3. Perlindungan Konsumen
Berdasarkan UU no.8 Pasal 1 Butir 1
Tahun 1999, tentang perlindungan konsumen disebutkan bahwa “Perlindungan
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen”. Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak
konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberikan harapan agar
pelaku usaha tidak lagi sewenang-wenang yang selalu merugikan hak
konsumen.Dengan adanya UU
Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak
dan posisi yang berimbang, dan mereka pun bisa menggugat atau menuntut jika
ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.
Perlindungan konsumen yang dijamin
oleh undang-undang ini adalah adanya kepastian hukum terhadap segala perolehan
kebutuhan konsumen, yang bermula dari ”benih hidup dalam rahim ibu sampai
dengan tempat pemakaman dan segala kebutuhan diantara keduanya”. Kepastian
hukum itu meliputi segala upaya berdasarkab atas hukum untuk memberdayakan
konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa
kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan
oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen.
Di bidang perindustrian dan
perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa
yang dapat dikonsumsi.Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang
didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah
memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi
batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan
bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang
demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan
konsumen akan barang dan/atau jasayang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin
terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau
jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsum Di sisi lain, kondisi dan
fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan
konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah.
Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang
sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta
penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.
Faktor utama yang menjadi kelemahan
konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini
terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu,
Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang
kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk
melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan
konsumen.
Upaya pemberdayaan ini penting
karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya
prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat kentungan yang semaksimal mungkin
dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan
konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Atas dasar kondisi sebagaimana
dipaparkan diatas, perlu upaya pemberdayaan konsumen melalui pembentukan
undang-undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara integrative dan
komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat.
Piranti hukum yang melindungi
konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi
justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang
sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi
persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.
Di samping itu, Undang-undang
tentang Perlindungan Konsumen ini dalam pelaksanaannya tetap memberikan
perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Hal ini dilakukan
melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya.
Undang-undang tentang Perlindungan
Konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa
pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan
terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya
yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar
negara Pancasila dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945.
Disamping itu, Undang-undang tentang
Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum
yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada terbentuknya
Undang-undang tentang Perlindungan Konsume ini telah ada beberapa undang-undang
yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti:
- Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-undang;
- Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah;
- Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;
- Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
- Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri
- Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
- Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing The World
Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
- Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;
- Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
- Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Hak Cipta sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987;
- Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten;
- Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1989 tentang Merek;
- Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
- Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran;
- Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan;
- Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Perlindungan konsumen dalam hal
pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual (HAKI) tidak diatur dalam
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur dalam
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor 13
Tahun 1997 tentang Paten, dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek,
yang melarang menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang
melanggar ketentuan tentang HAKI.
Demikian juga perlindungan konsumen
di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam Undang-undang tentang
Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai kewajiban setiap orang
untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Di kemudian hari masih terbuka
kemungkinan terbentuknya undang- undang baru yang pada dasarnya memuat
ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. Dengan demikian, Undang-undang
tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan paying yang mengintegrasikan dan
memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.
2.4. Asas dan Tujuan Perlindungan
Konsumen
Upaya perlindungan konsumen di tanah
air didasarkan pada sejumlah asas dan
tujuan yang telah diyakini bias
memberikan arahan dalam implementasinya di
tingkatan praktis. Dengan adanya
asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan
konsumen memiliki dasar pijakan yang
benar-benar kuat.
2.4.1. Asas perlindungan konsumen .
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen
pasal 2, ada lima asas perlindungan
konsumen.
- Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan
bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara
keseluruhan.
- Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar
partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan
kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
- Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk
memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti material maupun spiritual. d. Asas keamanan dan
keselamatan konsumen.
- Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.
- Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik
pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
2.4.2. Tujuan perlindungan konsumen
Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa
tujuan
perlindungan konsumen adalah sebagai
berikut.
- Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
- mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
- Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen.
- Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
- Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
- Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
2.5.Hak dan Kewajiban Konsumen
2.5.1.Hak-Hak Konsumen
Sebagai pemakai barang/jasa,
konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak
konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis
dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil
terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian
bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia
tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar
oleh pelaku usaha.
Berdasarkan UU Perlindungan konsumen
pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut :
- Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
- Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
- Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
- Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
- Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
- Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.
- Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
- Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga
terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7, yang mengatur tentang
kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam hukum,
sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. selain hak-hak yang
disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif
persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa kegiatan
bisnis yang dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur yang
dalam hukum dikenal dengan terminologi ” persaingan curang”.
Di Indonesia persaingan curang ini
diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan demikian
jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah diaturnya
hak-hak konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur tentang segala
sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya siapa yang melindungi
konsumen (bab VII), bagaimana konsumen memperjuangkan hak-haknya (bab IX, X,
dan XI).
2.5.2.Kewajiban Konsumen
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal
5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
- Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
- Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
- Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
- Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
2.6.Prinsip-Prinsip perlindungan
konsumen
2.6.1.prinsip bertanggung jawab
berdasarkan kelalaian
Tanggung jawab berdasrkan kelalaian
adalah suatu prinsip tanggung jawab yang bersifat subjektif, yaitu suatu
tanggung jawabysng ditentuksn oleh perilaku produsen. Sifat subjektifitas
muncul pada kategori bahwa seseorang yang bersikap hati-hati mencegah timbulnya
kerugian pada konsumen. Berdasarkan teori tersebut, kelalaian produsen yang
berakibat pada munculnya kerugian konsumen merupakan faktor penentu adanya hak
konsumen untuk mengajukan tuntutan kerugian kepada produsen. Di samping faktor
kesalahan dan kelalaian produsen, tuntutan ganti kerugian berdasarkan kelalaian
produsen diajukan dengan bukti-bukti, yaitu :
- Pihak tergugat merupakan produsen yang benar-benar mempunyai kewajiban untuk melakukan tindakan yang dapat menghindari terjadinya kerugian konsumen.
- Produsen tidak melaksanakan kewajiban untuk menjamin kualitas produknya sesuai dengan standar yang aman untuk di konsumsi atau digunakan.
- Konsumen penderita kerugian.
Kelalaian produsen merupakan faktor
yang mengakibatkan adanya kerugian pada konsumen (hubungan sebab akibat antara
kelalaian dan kerugian konsumen)
Komentar
Posting Komentar